Apa yang Mom lakukan kala melihat anak berteriak karena gagal melakukan sesuatu, melempar barang karena keinginannya tidak dituruti, atau bahkan menggigit teman karena kesal dengannya?
Dalam situasi tersebut, kerap kali orang tua menyahutinya dengan kembali berteriak, atau menanggapinya dengan kalimat, “namanya juga anak-anak.” Padahal, di saat seperti itu, anak tengah mengalami guncangan emosi dalam diri dan tak mampu menyalurkannya. Alih-alih membuat kesal, anak-anak membutuhkan bantuan untuk mengelola perasaannya.
Menurut KBBI, emosi adalah keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis yang bersifat subjektif. Emosi akan muncul saat anak mengalami situasi yang ia anggap tak nyaman. Penting bagi anak untuk belajar mengelola emosi. Pasalnya, anak dengan kemampuan mengelola emosi yang kurang baik mungkin saja menyakiti diri atau orang lain. Sementara anak dengan kemampuan mengelola emosi yang baik akan mudah beradaptasi, dan kelak mampu bertahan dan mengambil keputusan dalam situasi sulit. Berikut langkah-langkah yang Mom bisa lakukan untuk mengajarkan si kecil mengelola emosi.
- Menamakan emosi
Salah satu cara mudah untuk menamakan emosi adalah dengan menunjukkan gambar macam-macam raut wajah. Anda dapat membacakan buku, lalu menamakan emosi yang muncul pada tokoh, misalya landak merasa sedih karena tak ada yang ingin bermain dengannya, anak rusa kecewa karena tak boleh bermain saat hujan, dan paman harimau merasa kesal karena gagal menangkap buruannya. Selain menamakan, ajak pula anak menirukan raut wajah macam-macam emosi.
- Mengenali emosi yang muncul dalam diri
Anak mungkin merasa bingung dengan apa yang ia alami. Bantu anak menggambarkan luapan perasaan yang biasanya muncul saat ia menghadapi situasi sulit, misalnya dengan menanyakan, “Dadamu berdebar? Mulutmu seperti ingin berteriak, dan tanganmu seperti ingin memukul sesuatu?” Semakin rinci dan jelas yang bisa Anda gambarkan, semakin anak dapat mengenali perasaan yang muncul dalam dirinya, apakah sedih, kecewa, marah, atau takut.
- Ekspresikan dan alihkan emosi
Setelah anak mampu mengenali emosi, ajarkan anak untuk mengekpresikan emosi secara wajar. Daripada berteriak atau memukul, anak bisa mengucapkan “aku kesal karena adik menyobek bukuku”, “aku sedih karena tak lagi bisa bermain dengan sahabatku”, atau “aku takut karena mendengar suara sesuatu di dapur.” Meski alasan-alasan tersebut dirasa sepele, penting bagi Anda untuk menanggapinya. Anda dapat mengajak anak untuk menenangkan diri, mengatur napas, minum air putih, atau memberinya kesempatan menyendiri di kamar selama beberapa waktu. Anda dapat pula mengalihkan perasaannya dengan melakukan kegiatan lain yang disuka, seperti melukis atau menyiram tanaman.
- Apresiasi
Perubahan dalam mengekspresikan emosi mungkin saja tak nampak signifikan. Misalnya, anak masih menjerit meski sebelumnya suka melempar barang atau anak mulai bisa berkata “aku kesaaal” meski sambil berteriak. Bagaimanapun perubahannya, berilah apresiasi. Dengan begitu, anak merasa usahanya dihargai dan bukan tak mungkin, ia akan berusaha lebih giat lagi untuk mengelola emosi.
- Orang tua adalah guru
Ada istilah ‘anak tidak mendengar, tetapi mereka mencontohnya.’ Sebelum mengajarkan anak mengelola emosi, pastikan orang tua memberi contoh kala mengekspresikan emosi diri. Hindari berteriak, apalagi membentak, kalau Anda tak ingin melihat anak Anda melakukannya juga.